Hari ini, bahkan sejak kemarin sebenarnya, informasi yang hangat dibicarakan masih seputar gempa , bantuan, dan evakuasi di Sumbar yang memasuki hari ke-5. Namun, diantara berita-berita yang selama lima hari itu dominan, ada juga selentingan menarik kalau gempa di Sumbar isyaratnya tersurat dalam Al Qur’an. Menurut Eramuslim Dot Com, mula-mula berita ini beredar di jejaring SMS. Kemudian masuk ke milis, dan akhirnya Facebook.
Kemarin, temen saya antusias menanyakan tentang QS 17:16 yang tak lain adalah gempa Sumbar tanggal 30-9-2009. Obrolan lintas jejaring ini kemudian diperkuat dengan munculnya berita yang sama di Okezone Dot Com.
Tiga ayat Al Qur’an yang dibincangkan menyangkut waktu kejadian gempa Bumi di Sumbar tanggal 30-September-2009. Meskipun satu ayat sebenarnya tidak tepat benar menggambarkan waktu gempa kedua di Sumbar yang tercatat oleh bmkg.go.id pukul 17:38:52 bukan 17:58. Tiga ayat yang dibincangkan sehubungan dengan bencana alam itu adalah :
17.16 (QS. Al Israa’ ayat 16): “Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.”
17.58 (QS. Al Israa’ ayat 58): “Tak ada suatu negeri pun (yang durhaka penduduknya), melainkan Kami membinasakannya sebelum hari kiamat atau Kami azab (penduduknya) dengan azab yang sangat keras. Yang demikian itu telah tertulis di dalam kitab (Lauh Mahfuz).”
8.52 (QS. Al Anfaal: 52): (Keadaan mereka) serupa dengan keadaan Fir’aun dan pengikut-pengikutnya serta orang-orang sebelumnya. Mereka mengingkari ayat-ayat Allah, maka Allah menyiksa mereka disebabkan disebabkan dosa-dosanya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Amat Keras siksaan-Nya.”
Secara umum, tiga ayat ini memang bernuansa peringatan atas terjadinya suatu peristiwa yang berhubungan dengan kehancuran suatu kaum. Lengkap dengan penyebabnya yang bermuara pada bergolaknya hawa nafsu manusia sehingga menjadi lalai, alpa dan lupa diri. Kalau mau langsung berhubungan dengan sebab seperti gempa bumi, mungkin yang cocok adalah surat no 99 yaitu Al Zalzalah, ayat 1,2,3 dan surat no 56 Al Waqiah ayat 1,2,3 juga.
Penomoran surat dan ayat yang bersesuaian dengan kejadian gempa di Sumbar dan Jambi, kecuali QS 17:58, nampak seperti suatu “kebetulan”. Akan tetapi, kalau di telisik lebih jauh, apalagi kalau kita yakin bahwa setiap peristiwa tertulis di Lauh Mahfuz, maka tidak perlu diherankan. Keheranan kita umumnya mungkin karena kita tak pernah membacanya, atau tidak pernah menduga sebelumnya kaitan peristiwa apa sebenarnya yang dilukiskan oleh ayat-ayat Al Qur’an tersebut. Kini, dengan bukti nyata (silahkan baca surat al-Bayyinah QS 98), kecocokan dan akurasi yang mengagumkan mungkin saja akan menyebabkan sebagian dari kita sebagai Umat Islam akan semakin yaqin atau malah terjebak dalam dilema logika serba kebetulan. Pertanyaannya, benarkah peristiwa dan perujukkan kepada nomor surat dan ayat Al Qur’an itu suatu kebetulan?
Untuk menguraikannya, saya memulainya dengan cara yang sederhana dengan membaca susunan nomor surat dan ayat itu secara vertikal dan horisontal. Kenapa vertikal dan horisontal? Ini erat kaitannya dengan fungsi Al Qur’an itu sendiri sebagai kitab petunjuk bagi umat manusia supaya mempunyai hubungan yang harmonis secara vertikal yaitu dengan Pencipta Makhluk dan horisontal yaitu dengan makhluk lainnya (manusia maupun alam, serta makhluk bukan manusia).
Uraiannya akan saya batasi hanya pada nomor surat dan ayat saja, belum sampai pada jumlah huruf dan nilai al-Jumalnya. Nilai al-Jumal adalah nilai huruf Arab satu persatu , kata per kata , yang mengikuti hisab al-Jumal atau Gematria huruf Arab. Ilmu ini sebenarnya peninggalan Jabr Ibn Hayyan (721 – 815 M), seorang ahli kimia generasi awal Islam. Ia dikenal di Eropa sebagai Geber dan diakui sebagai Bapak Kimia Modern.
A-Jumal Huruf Arab
A-Jumal Huruf Arab
Kalau kita urutkan nomor surat dengan nomor surat , dan nomor ayat dengan nomor ayat, maka jumlahan nomor surat dan jumlahan nomor ayat akan menghasilkan bilangan 168:
No Surat : 17+17+8=42
No Ayat : 16+58+52=126
42+126=168
168 adalah nilai Al-Jumal dari lafaz Bismillah.
Ba=2, Sin=60, Mim=40, Alif=1, Lam=30,Lam=30,ha=5
Dalam arah Horisontal, bilangan No Surat dan Ayat Dijumlahkan mejadi :
17+16=33, 17+58=75, 8+52=60
Jumlah semuanya : 33+75+60=168
Kalau kita kalikan maka
42×126=5292
Dengan menggunakan kaidah 2-2 maka didapat bilangan
139 dan 95 yang jumlahnya 234
234 tidak lain adalah jumlah kata maghfirah di dalam Al Qur’an.
Kalau kita jumlahkan mendatar ke arah kanan, diperoleh bilangan
52 + 92=144=12×12
Susunan 12 dan 12 tidak lain kalimat Syahadat. Jadi, komposisi 3 ayat tersebut menyiratkan semesta kehidupan umat manusia dalam sistem kehidupan yang sebenarnya penuh perubahan mendadak , sangat dinamis. Manusia harus siap menghadapi hal itu dengan segala daya dan upaya yang ada padanya. Baik dengan pengetahuan lahir maupun batin. Dengan pengetahuan lahir tentunya dengan sistem desimal dan huruf, geometri dan ilmu lainnya. Dengan pengetahuan batin maka realisasinya adalah shalat 5 waktu ditambah sunnah selama sehari dan semalam yang nilainya 51 rakaat.
Nilai 51 ini diperoleh jika kita jumlahkan ke arah luar dari bilangan 5292 dengan pemenggalan di posisi 2 dijit atau 2-2 yaitu :
25+92=117, 168-117=51
Jadi, dalam menyikapi perubahan besar tersebut (yang berujung pada takdir baik atau buruk), dimana pengaruh karakter manusia mendominasi akibat-akibat terbaik maupun terburuknya, kita harus mempunyai dua pengetahuan. Yaitu pengetahuan lahir untuk berhubungan secara horisontal dan pengetahuan batin untuk berhubungan dengan Kemahakuasaan Allah SWT sebagai al-Haqq, dimana Dia adalah satu-satunya yang memiliki perintah dan wewenang dalam segala ciptaan, dengan rahmat dan ampunannya.
Hal ini jelas tersirat secara numerik dari nilai 168, 329 (al-Rahmaan), dan 289 (al-Rahim, perhatikan 28 adalah tenggang waktu dari gempa Tasikmalaya tanggal 2-9 ke gempa Sumbar 30-9 yaitu 28 hari di bulan ke-9 atau 289 yang emrupakan al-Jumal AL-RHYM). Jumlah ketiganya adalah nilai al-Jumal dari kalimat Basmalah sebagai pembuka Surat 2-2 alias Al-Fatihah.
Sifat Rahmaan Allah telah muncul dalam manusia Indonesia dengan berbagai bentuk bantuan ketika menyikapi musibah berupa takdir buruk. Bahkan sejak peristiwa besar Aceh tahun 2004 yang lalu, kita melihat bagaimana antusiasnya manusia menampilkan Rahmat Ilahiyah.
Al-Rahiim Allah merupakan bentuk ampunan yang hanya dimiliki oleh Allah semata. Sehingga dengan ampunan ini kita wajib mendoakan yang meninggal maupun yang selamat supaya kontinuitas kehidupan (di Indonesia) diteruskan dengan kesadaran yang lebih luhur. Kesadaran itu tentunya erat kaitannya dengan kesadaran baru sebagai umat manusia yang benar-benar eling, khususnya Umat Islam, dimana kausalitas dari perbuatan buruk dan baik karena lalai dan alpa maupun dosa, cepat atau lambat akan memberikan dampak yang nyata dalam kehidupan di Bumi. Kerusakan lingkungan, kemewahan berlebihan, maupun perbuatan yang tidak menunjukkan keselarasan dengan hukum alam akan memberikan konsekuensi yang tidak dapat ditolak. Hal ini menegaskan bahwa ketika kita berhubunagn dengan alam, maka akan berlaku “terjadilah apa yang akan terjadi”. Berbeda dengan hubungan antara manusia dengan Allah SWT yang lebih longgar, bahkan manusia cenderung bebas untuk memilih namun tanggung jawab ada di masing-masing diri.
Demikian juga hubungan antara manusia dengan manusia yang lebih kompromistis. Tapi dengan alam, jangan main-main, manusia akan dilibas oleh alam ketika mengabaikan karakter dan perilakunya. Apalagi sampai mengubah atau megganggu keseimbangannya. Karena itu, dalam setiap peristiwa seluruh kejadian mempunyai jalinan yang erat kaitannya dengan bagaimana kita berperilaku, baik kepada manusia, alam, makhluk lainnya, maupun adab dan perilaku kita sebagai Umat Islam di hadapan Allah SWT....
Rating : 5
Oleh-mahadewa
Kemarin, temen saya antusias menanyakan tentang QS 17:16 yang tak lain adalah gempa Sumbar tanggal 30-9-2009. Obrolan lintas jejaring ini kemudian diperkuat dengan munculnya berita yang sama di Okezone Dot Com.
Tiga ayat Al Qur’an yang dibincangkan menyangkut waktu kejadian gempa Bumi di Sumbar tanggal 30-September-2009. Meskipun satu ayat sebenarnya tidak tepat benar menggambarkan waktu gempa kedua di Sumbar yang tercatat oleh bmkg.go.id pukul 17:38:52 bukan 17:58. Tiga ayat yang dibincangkan sehubungan dengan bencana alam itu adalah :
17.16 (QS. Al Israa’ ayat 16): “Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.”
17.58 (QS. Al Israa’ ayat 58): “Tak ada suatu negeri pun (yang durhaka penduduknya), melainkan Kami membinasakannya sebelum hari kiamat atau Kami azab (penduduknya) dengan azab yang sangat keras. Yang demikian itu telah tertulis di dalam kitab (Lauh Mahfuz).”
8.52 (QS. Al Anfaal: 52): (Keadaan mereka) serupa dengan keadaan Fir’aun dan pengikut-pengikutnya serta orang-orang sebelumnya. Mereka mengingkari ayat-ayat Allah, maka Allah menyiksa mereka disebabkan disebabkan dosa-dosanya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Amat Keras siksaan-Nya.”
Secara umum, tiga ayat ini memang bernuansa peringatan atas terjadinya suatu peristiwa yang berhubungan dengan kehancuran suatu kaum. Lengkap dengan penyebabnya yang bermuara pada bergolaknya hawa nafsu manusia sehingga menjadi lalai, alpa dan lupa diri. Kalau mau langsung berhubungan dengan sebab seperti gempa bumi, mungkin yang cocok adalah surat no 99 yaitu Al Zalzalah, ayat 1,2,3 dan surat no 56 Al Waqiah ayat 1,2,3 juga.
Penomoran surat dan ayat yang bersesuaian dengan kejadian gempa di Sumbar dan Jambi, kecuali QS 17:58, nampak seperti suatu “kebetulan”. Akan tetapi, kalau di telisik lebih jauh, apalagi kalau kita yakin bahwa setiap peristiwa tertulis di Lauh Mahfuz, maka tidak perlu diherankan. Keheranan kita umumnya mungkin karena kita tak pernah membacanya, atau tidak pernah menduga sebelumnya kaitan peristiwa apa sebenarnya yang dilukiskan oleh ayat-ayat Al Qur’an tersebut. Kini, dengan bukti nyata (silahkan baca surat al-Bayyinah QS 98), kecocokan dan akurasi yang mengagumkan mungkin saja akan menyebabkan sebagian dari kita sebagai Umat Islam akan semakin yaqin atau malah terjebak dalam dilema logika serba kebetulan. Pertanyaannya, benarkah peristiwa dan perujukkan kepada nomor surat dan ayat Al Qur’an itu suatu kebetulan?
Untuk menguraikannya, saya memulainya dengan cara yang sederhana dengan membaca susunan nomor surat dan ayat itu secara vertikal dan horisontal. Kenapa vertikal dan horisontal? Ini erat kaitannya dengan fungsi Al Qur’an itu sendiri sebagai kitab petunjuk bagi umat manusia supaya mempunyai hubungan yang harmonis secara vertikal yaitu dengan Pencipta Makhluk dan horisontal yaitu dengan makhluk lainnya (manusia maupun alam, serta makhluk bukan manusia).
Uraiannya akan saya batasi hanya pada nomor surat dan ayat saja, belum sampai pada jumlah huruf dan nilai al-Jumalnya. Nilai al-Jumal adalah nilai huruf Arab satu persatu , kata per kata , yang mengikuti hisab al-Jumal atau Gematria huruf Arab. Ilmu ini sebenarnya peninggalan Jabr Ibn Hayyan (721 – 815 M), seorang ahli kimia generasi awal Islam. Ia dikenal di Eropa sebagai Geber dan diakui sebagai Bapak Kimia Modern.
A-Jumal Huruf Arab
A-Jumal Huruf Arab
Kalau kita urutkan nomor surat dengan nomor surat , dan nomor ayat dengan nomor ayat, maka jumlahan nomor surat dan jumlahan nomor ayat akan menghasilkan bilangan 168:
No Surat : 17+17+8=42
No Ayat : 16+58+52=126
42+126=168
168 adalah nilai Al-Jumal dari lafaz Bismillah.
Ba=2, Sin=60, Mim=40, Alif=1, Lam=30,Lam=30,ha=5
Dalam arah Horisontal, bilangan No Surat dan Ayat Dijumlahkan mejadi :
17+16=33, 17+58=75, 8+52=60
Jumlah semuanya : 33+75+60=168
Kalau kita kalikan maka
42×126=5292
Dengan menggunakan kaidah 2-2 maka didapat bilangan
139 dan 95 yang jumlahnya 234
234 tidak lain adalah jumlah kata maghfirah di dalam Al Qur’an.
Kalau kita jumlahkan mendatar ke arah kanan, diperoleh bilangan
52 + 92=144=12×12
Susunan 12 dan 12 tidak lain kalimat Syahadat. Jadi, komposisi 3 ayat tersebut menyiratkan semesta kehidupan umat manusia dalam sistem kehidupan yang sebenarnya penuh perubahan mendadak , sangat dinamis. Manusia harus siap menghadapi hal itu dengan segala daya dan upaya yang ada padanya. Baik dengan pengetahuan lahir maupun batin. Dengan pengetahuan lahir tentunya dengan sistem desimal dan huruf, geometri dan ilmu lainnya. Dengan pengetahuan batin maka realisasinya adalah shalat 5 waktu ditambah sunnah selama sehari dan semalam yang nilainya 51 rakaat.
Nilai 51 ini diperoleh jika kita jumlahkan ke arah luar dari bilangan 5292 dengan pemenggalan di posisi 2 dijit atau 2-2 yaitu :
25+92=117, 168-117=51
Jadi, dalam menyikapi perubahan besar tersebut (yang berujung pada takdir baik atau buruk), dimana pengaruh karakter manusia mendominasi akibat-akibat terbaik maupun terburuknya, kita harus mempunyai dua pengetahuan. Yaitu pengetahuan lahir untuk berhubungan secara horisontal dan pengetahuan batin untuk berhubungan dengan Kemahakuasaan Allah SWT sebagai al-Haqq, dimana Dia adalah satu-satunya yang memiliki perintah dan wewenang dalam segala ciptaan, dengan rahmat dan ampunannya.
Hal ini jelas tersirat secara numerik dari nilai 168, 329 (al-Rahmaan), dan 289 (al-Rahim, perhatikan 28 adalah tenggang waktu dari gempa Tasikmalaya tanggal 2-9 ke gempa Sumbar 30-9 yaitu 28 hari di bulan ke-9 atau 289 yang emrupakan al-Jumal AL-RHYM). Jumlah ketiganya adalah nilai al-Jumal dari kalimat Basmalah sebagai pembuka Surat 2-2 alias Al-Fatihah.
Sifat Rahmaan Allah telah muncul dalam manusia Indonesia dengan berbagai bentuk bantuan ketika menyikapi musibah berupa takdir buruk. Bahkan sejak peristiwa besar Aceh tahun 2004 yang lalu, kita melihat bagaimana antusiasnya manusia menampilkan Rahmat Ilahiyah.
Al-Rahiim Allah merupakan bentuk ampunan yang hanya dimiliki oleh Allah semata. Sehingga dengan ampunan ini kita wajib mendoakan yang meninggal maupun yang selamat supaya kontinuitas kehidupan (di Indonesia) diteruskan dengan kesadaran yang lebih luhur. Kesadaran itu tentunya erat kaitannya dengan kesadaran baru sebagai umat manusia yang benar-benar eling, khususnya Umat Islam, dimana kausalitas dari perbuatan buruk dan baik karena lalai dan alpa maupun dosa, cepat atau lambat akan memberikan dampak yang nyata dalam kehidupan di Bumi. Kerusakan lingkungan, kemewahan berlebihan, maupun perbuatan yang tidak menunjukkan keselarasan dengan hukum alam akan memberikan konsekuensi yang tidak dapat ditolak. Hal ini menegaskan bahwa ketika kita berhubunagn dengan alam, maka akan berlaku “terjadilah apa yang akan terjadi”. Berbeda dengan hubungan antara manusia dengan Allah SWT yang lebih longgar, bahkan manusia cenderung bebas untuk memilih namun tanggung jawab ada di masing-masing diri.
Demikian juga hubungan antara manusia dengan manusia yang lebih kompromistis. Tapi dengan alam, jangan main-main, manusia akan dilibas oleh alam ketika mengabaikan karakter dan perilakunya. Apalagi sampai mengubah atau megganggu keseimbangannya. Karena itu, dalam setiap peristiwa seluruh kejadian mempunyai jalinan yang erat kaitannya dengan bagaimana kita berperilaku, baik kepada manusia, alam, makhluk lainnya, maupun adab dan perilaku kita sebagai Umat Islam di hadapan Allah SWT....
0 comments:
Posting Komentar
TinggaL kan jejak Anda dan Jangan Lupa *Follow blog ini. pasti akan saya follow balik.